Jumat, 17 Januari 2014

PERBEDAAN PENDAPAT SEBAGAI PEMBENTUK HARMONISASI BUDAYA GLOBAL

PERBEDAAN PENDAPAT
SEBAGAI PEMBENTUK HARMONISASI BUDAYA GLOBAL

ASNAWI*
asnawi_smart89@yahoo.com


Pendapat merupakan anggapan mengenai suatu permasalahan yang akan dikemukakan. Pendapat tidak dapat dipisahkan dari pikiran. Manusia berpendapat melalui proses berpikir dan bernalar. Setiap individu memiliki pendapat yang berbeda-beda, hal ini disebabkan proses berpikir dan bernalar manusia berbeda-beda. Adanya perbedaan pendapat ditandai dengan ketidaksesuaian dan kertidakselarasan hubungan antarindividu. Berbagai anggapan menstimulus masyarakat bahwa perbedaan pendapat akan membentuk hubungan masyarakat yang tidak harmonis. Namun, anggapan demikian tidak dapat dibuktikan kebenarannya, faktanya hubungan antarmasyarakat tetap terjalin meskipun dalam kondisi kontas pendapat. Hal tersebut menarik untuk dijadikan penelaahan sebagai bahan sandingan dan penambah wawasan tentang indahnya hidup ditengan perbedaan. Perbedaan pendapat sebenarnya bukanlah masalah yang lumrah lagi dalam hubungan masyarakat. Oleh karena itu, penelaahan ini membuktikan bahwa pernyataan yang beranggapan bahwa perbedaan pendapat menyebabkan hubungan masyarakat tidak harmonis salah. Perbedaan pendapat dijadikan sebagai pembentuk harmonisasi budaya masyarakat global dalam menjalin hubungan bermasyarakat. Perbedaan pendapat dijadikan sebagai proses menjadikan budaya harmonis (harmonisasi) dalam perbedaan, buka menjadikan pertikaian dalam perbedaan. Adanya perbedaan pendapat dapat membentuk budaya dan karakter baru dalam hubungan bermasyarakat. Budaya-budaya yang akan muncul hasil harmonisasi perbedaan pendapat tersebut misalnya, masyarakat lebih menghargai orang lain, kewaspadaan terhadap orang lain tinggi, tingkat kemandirian membaik, tingkat kesopanan tinggi.
Munculnya rasa menghargai sesama akan memperkecil deminsi-dimensi perbedaan pendapat. Kemunculan dimensi tersebut diharapkan memberikan dampak yang baik antarindividu. Dengan adanya hal tersebut setiap individu dapat menimbulkan rasa akan toleransi pendapat terhadap sesama. Hasil dari deminsi-deminsi yang dihubungkan dengan interaksi tersebut mampu menciptakan budaya baru dalam menciptakan harmonisasi antarindividu atau masyarakat.
Budaya merupakan realisasi dari interaksi-interaksi sosial manusia. Budaya dijadikan sebagai produk akan interaksi antarindividu. Produk tersebut disusun berdasarkan pola-pola yang terbentuk akibat interaksi. Pola-pola yang terbentuk itu misalnya pola sikap harga-menghargai pendapat. Adanya sikap seperti ini mampu membantuk kebiasaan-kebiasan yang global dalam sebuah interaksi sosial. Kebudayaan global adalah budaya yang dapat diterima oleh setiap individu dalam melakukan interaksi sosial. Adanya hal ini membentuk pola kebiasaan baru terhadap hasil interaksi antarindividu, yang dapat memanipestasikan kepada budaya global, yakni budaya yang dapat diterima oleh pelaku interaksi sosial.
Adanya rasa menghargai pendapat orang lain, mengindikasikan pada kondisi emosional antarindividu. Emosi merupakan perasaan yang dapat merubah pola pikir seseorang dalam mengarungi kehidupan. Sikap menghargai pendapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk memberikan penilaian terhadap kadar emosi seseorang. Semakin mampu seseorang menahan emosi, maka semakin mampu ia menerima kebuadayaan global yang ada. Budaya global yang dimaksud adalah keiklasan menerima pendapat orang lain sebagai dasar pola pembentuk pikiran dan emosi, dengan menjadikan seseorang sebagai pelaku interaksi sosial. Dengan demikian, adanya kebudayaan global membentuk pola interaksi sosial dan  menciptakan harmonisasi antarindividu dalam melaksanakan kehidupan yang membudaya.
Perbedaan pendapat yang terjadi dalam hubungan interaksi antarindividu dijadikan sebagai dimensi-dimensi yang mambudaya. Hal ini memberikan suatu pemahaman bahwa adanya dimensi tersebut dapat membentuk suatu budaya global antarindividu, dalam menjalankan kehidupan. Hal inilah yang dikatakan bahwa perbedaan pendapat sudah dijadikan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang dianggap wajar, atau dalam konsep lain perbedaan pendapat dikatakan sebagai kebiasaan yang membudaya. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap wajar atau membudaya tersebut membentuk pola pikir yang berdasarkan akal dan rasio kearah tataran umum sebagai sarana pembentuk harmonisasi kehidupan masyarakat global.
Perbedaan pendapat dapat meningkatkan rasa waspada yang tinggi terhadap orang lain. Anggapan ini dibuktikan bahwa setiap manusia memiliki strategi bertutur dan bertindak yang berbeda-beda. Seseorang dapat memarjinalkan pendapat orang lain namun dengan cara yang tidak diketahui oleh pengemuka pendapat. Pembicara yang baik justru mampu mempersuasi pendengarnya agar terpengaruh dengan apa yang disampaikan. Hal inilah yang membuat tingkat kewaspadaan seseorang terhadap pendapat orang lain meningkat.
Strategi bertutur merupakan cara atau gaya yang dilakukan pembicara untuk mempengaruhi lawan bicara atau pembicara lain. Strategi ini berperan penting untuk menimbulkan efek positif terhadap tuturan penutur. Penutur yang baik memiliki strategi bertutur yang baik pula. Penutur yang menggunakan strategi tuturan tidak sesukanya menggunakan kata-katam, namun dilakukan melalui proses berpikir dan memilih diksi yang tepat untuk menyampaikan sebuah pernyataan. Tujuan digunakan atau dipilihnya kata-kata yang tepat itu bertujuan untuk memberi keyakinan kepada lawan tutur akan pendapat yang dikemukakannya.
Meningkatnya rasa waspada terhadap orang lain berakibat dari adanya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat dengan dimensi kewaspadaan diyakini dapat meningkatkan harmonisasi antarpemberi pendapat yang berbeda-beda. Di mana kewaspadaan seseorang terhadap pendapat orang lain membuat kridebilitas atau derajat antarindividu semakin tinggi.  Hal ini berakibat bahwa seseorang tidak semena-mena terhadap pendapat orang lain, dan berusaha membuat orang lain percaya akan pendapat yang dikemukakan. Persaingan sepertinilah yang dapat menimbulkan budaya global terhadap antarindividu.  Budaya global adalah budaya yang dapat diterima secara umum untuk dijadikan kebiasaan yang bersifat wajar. Dengan demikian, dapat dinyatakan kewaspadaan akan pendapat orang lain dapat menimbulkan budaya global untuk dijadikan sebagai harmonisasi pembentuk kebiasaan-kebiasaan yang bersifat wajar, diterima secara umum, dapat dibuktikan kebenarannya, dan dapat diterima oleh pikiran manusia sebagai budaya waspada yang membudaya.
Selanjutnya, perbedaan pendapat diyakini dapat meningkatkan rasa kemandirian. Adanya perbedaan pendapat membuat kemandirian seseorang membaik. Perbedaan pendapat dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan rasa mandiri pada antarindividu. Perbedaan pendapat bukanlah sesuatu yang sangat menakutkan dalam kehidupan bermasyarakat. Memang banyak kenyataan sampai saat ini dengan adanya perbedaan pendapat dapat menimbukan pembunuhan, pertikaian, dan perkelahian. Nah kondisi seperti ini tentunya tidak mengasaskan bahwa perbedaan pendapat bukanlah dimensi budaya global. Jika seseorang berkeyakinan bahwa perbedaan pendapat adalah harmonisasi budaya global, maka perkelahian, pertikaian, dan pembunuhan tidak akan terjadi. Kesalahan persepsi awal yang menganggap bahwa perbedaan pendapat bukanlah budaya gelobal akan mengakibatkan hal-hal negatif tersebut terjadi. Justru sebaliknya jika antarindividu yang berpendapat sudah diapersepsi bahwa perbedaan pendapat dijadikan sebagai harmonisasi budaya global, maka beberapa hal negatif tersebut tidak akan terjadi.
Perbedaan pendapat antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dapat mengontrol rasa kemandirian seseorang. Adanya perselisihan tersebut membuat individu semakin mampu memanageman emosinya agar dapat berpikir dengan baik, dengan rasionalisasi yang mementingkan kemashalatan orang banyak. Hal inilah yang mengakibatkan bahwa perbedaan pendapat menimbulkan rasa mandiri yang lebih baik, terutama seseorang mampu memanageman emosinya terhadap pendapat orang lain. Melakukan pengawasan terhadap emosi diri merupakan salah satu realisasi dari rasa kemandirian individu. Semakin ia mampu mengontrol emosinya, maka tingkat kemandiriannya dalam mengatasi masalahnya dapat berjalan dengan baik, namun justru sebaliknya, jika seseorang tidak mampu memanageman emosi ketika terjadinya perbedaan pendapat memberikan penilaian kepada kita bahwa individu tersebut belum mandiri. Kemandirian adalah salah satu dimensi-dimensi budaya global. Budaya global sangat mementingkan rasa kemandirian. Kemandirian yang terjadi saat perbedaan pendapat dijadikan sebagai harmonisasi antar individu dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada kondisi ketidak seimbangan pikiran.
Dimensi budaya global berikutnya dalah kesopanan. Perbedaan pendapat tidak hanya dapat meningkatkan rasa kemandirian antarindividu, namun juga dapat meningkatkan kesopanan. Kesopanan antarindividu dapat terjadi akibat adanya perbedaan pendapat. Individu yang sudah memiliki rasa kemandirian yang baik justru juga sudah menyadari kesopansantuanan yang baik, karena kemandirian dan kesopansantunan merupakan sikap yang muncul secara proses pada diri manusia. Kedua konsep iti tidak dapat dipidsahkan, seseorang yang mandiri sudah dapat dikatakan santun, mengapa karena seseorang yang sudah mandiri mampu meberpikir dan bertindak dengan berasaskan rasio dan nalar. Namun sebaliknya jika kemandirian sesorang tidak membaik maka sopan-santunnya juga akan rusak, mengapa ketidak mampuannya berpikir dengan baiklah yang mengakibatkan pola tingkahlakunya tidak lagi dianggap kebiasaan yang wajar.
Perbedaan pendapat dijadikan sebagai media untuk membentuk rasa sopan terhadap orang lain. Seseorang yang menyampaikan pendapat sangat memperhatikan tingkat kesopan santunan dirinya dihadapan orang lain. maksudanya seseorang melakukan kegiatan bertutur sangat dipengaruhi kesopanannya dalam menyampaikan maksud dan tujuan. Semakin tinggi kesopanan yang digunakan maka akan semakin membuat pendengr terpengaruh akan apa yang disampaikan. Hal inilah yang membuat bahwa perbedaan pendapat diapersepsikan sebagai pembentuk kesopanan yang mambaik.
Berpendapat bukanlah pekerjaan yang mudah, seseorang dalam mengemukakan pendapat memerlukan peikiran dan nalar yang baik. Jika seseorang tidak memiliki pemikiran dan penalaran yang baik ia tidak mampu mempengaruhi pendengarnya akan pendapat yang ia sampaiakan. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat berpikir dan bernalar yang baik maka secara mudah ia dapat mempersuasi pendengar dengan memanfaatkan sarana-sarana bahasa sebagai mediannya. Jadi, berpendapat bukanlah pekerjaan yang mudah, namun diperlukan proses berpikir dan bernalar yang baik terhadap apa yang ia sampaikan.
Proses berpikir dan bernalar terhadap penyampaian pendapat inilah yang akan membantuk kesopanan terhadap bentuk tuturan yang disampaikan. semakin terampil seseorang berpikir dan bernalar maka semakin tinggi pula tigkat kesopanan terhadap tuturan yang ia sampaikan. Oleh sebab itu, perbedaan pendapat dijadikan sebagai sarana pembentuk kesopanan yang lebih baik, karena proses penyampaian pendapat bukanlah pekerjaan yang mudah, namun diperlukan proses berpikir dan bernalar yang baik.
Adaya kesopanan hasil akibat dari terjadinya perbedaan pendapat justru dapat menimbulkan harmonisasi antarindividu dalam bermasyarakat. Semakin santun seseorang dalam menyampaikan pendapat maka tingkat harmonisasi akan solidaritas tersebut semakin tinggi. Jadi, perbedaan pendapat pada dimensi kesopanan membentuk budaya global yang dapat membentuk budaya santuan yang dianggap kebiasan wajar pada kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan bahwa perbedaan pendapat dijadikan sebagai pembentuk harmonisasi budaya global. Adanya kebiasaan-kebiasaan yang wajar tersebut membuat pola-pola berpikir masyarakat yang dianggap dapat diterima secara umum oleh masyarakat. Perbedaan pendapat dijadikan sebagai sarana atau media untuk membentuk harmonisasi budaya global. Peroses harmonisasi ini tidak berdampak langsung terhadap masyarakat, tetapi melalui proses pembaharuan yang bersifat lambat, hal tersebut mungkin terjadi tanpa disadari oleh antarindividu atau masyarakat. Perbedaan pendapat diyakini dapat memebntuk berbagai dimensi harmonisasi budaya global, misalnya munculnya budaya menghargai orang lain, kewaspadaan akan pendapat orang lain yang tinggi, kemandirian, dan kesopanan.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar